Monday, September 26, 2016

Jenazah dan Kubur


 Ketahuilah, jenazah-jenazah ini merupakan suatu pelajaran bagi orang yang memiliki mata hati, peringatan dan pemberitahuan. Hal itu bukan untuk orang yang mempunyai kelengahan, karena sesungguhnya menyaksikan jenazah-jenazah itu tidak menambah keimanan mereka, kecuali bertambah keras hati. Sebab mereka menyangka, bahwa mereka akan melihat jenazah orang lain dan tidak beranggapan bahwa sesungguhnya mereka pasti akan dipikul di atas usungan. Atau mereka juga beranggapan, tetapi dalam waktu dekat tidak memperkirakan.
   Dan mereka pun tidak berpikir, bahwa sesungguhnya orang-orang yang sedang dipikul itu dahulu juga menyangka begitu. Tetapi kemudian dugaan mereka meleset dan habislah dalam waktu dekat dan seakan-akan dia benar-benar telah diusung, mungkin besok pagi atau lusa.

   Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya apabila melihat jenazah, dia akan berkata, “Berlalulah dan kami akan menyusul.”
Makhul Ad-Dimasyqi berkata apabila melihat jenazah, “Berangkatlah dan kami pun akan berangkat menyusul. Suatu nasehat yang sangat dalam artinya dan kelengahan yang cepat. Yang pertama pergi dan yang akhir tidak memiliki akal.”

Usaid bin Hudhair berkata, “Aku tidak pernah melihat jenazah lalu aku berbicara dengan diriku sendiri dengan sesuatu, selain apa yang diperbuat dengan jenazah itu dan bagaimana jadinya dia?”

Ketika saudara Malik bin Dinar meninggal dunia, Malik keluar mengiringkan jenazahnya dengan menangis dan berkata, “Demi Allah, tidak akan menjadi gembira mataku, sehingga aku mengetahui bagaimana kamu akhirnya dan aku tidak akan mengetahui selagi aku masih hidup.”

Al-A’masy berkata, “Aku pernah mendatangi jenazah, lalu aku tidak mengerti siapa yang mesti aku ta’ziyahi, karena semua kelihatan bersedih.”

Tsabit Al-Bunnani berkata, “Kami telah mendatangi jenazah, lalu kami tidak lihat, kecuali hanya orang yang memakai tutup muka dan menangis.”

Demikianlah ketakutan mereka dari mati. Tetapi sekarang ini kita tidak melihat kelompok manusia yang menghadiri jenazah, kecuali kebanyakan mereka tertawa-tawa dan mengerjakan lahwu. Mereka tidak berbicara, kecuali mengenai warisannya dan kawan serta kerabat-kerabatnya tidak berfikir, kecuali mengenai upaya yang menyebabkan dia dapat memperoleh sebagian peninggalannya. Tidak seorang pun dari mereka berfikir, kemanakah Allah menghendaki jenazahnya sendiri dan bagaimana keadaannya ketika dipikul di atas keranda itu. Tiada sebab bagi kelengahan semacam ini. kecuali kekerasan hati-hati ini disebabkan banyaknya maksiat dan dosa, sehingga kita lupa Allah SWT dan hari kemudian serta kesusahan-kesusahan yang ada di hadapan kita. Jadilah kita ini mengerjakan lahwu, lengah dan sibuk dengan apa yang tidak berguna bagi kita. Maka kita memohon kepada Allah SWT. semoga sadar dari kelengahan seperti ini. Sesungguhnya sebaik-baik keadaan orang-orang yang menghadiri jenazah adalah menangisi si mati. Tetapi kalau mereka berfikir, tentu akan menangisi diri mereka sendiri, bukan atas mayat.
Ibrahim Az-Zayat melihat manusia-manusia yang sedang mengasihani mayat. Dia berkata, "Seandainya kamu mengasihani dirimu sendiri, tentu hal itu lebih baik bagimu, karena sesungguhnya dia telah selamat dari tiga macam kesulitan. Pertama melihat wajah malaikat maut dan dia benar-benar telah aman."
Abu 'Amr bin Al-Ala' berkata, "Aku duduk di samping Jarir, sedang dia mendiktekan sebuah syair pada penulisnya. Tiba-tiba muncul sebuah jenazah. Dia lalu berhenti dan berkata, "Telah membuat aku berubah, demi Allah Jenazah-jenazah seperti ini. Dan dia mengatakan: "Telah membuat kami ketakutan jenazah-jenazah itu ketika menghadap dan kami pun kembali mengerjakan lahwu ketika dia pergi berlalu. Seperti ketakutan sekelompok kambing karena penyerbuan serigala, tetapi setelah serigala itu menghilang kembalilah mereka makan rumput."

Kemudian di antara adab menghadiri jenazah adalah tafakkur (merenung), menjadi sadar, bersiap siaga dan berjalan di mukanya dalam keadaan merendahkan diri, sebagaimana kami telah menyebutkan adab-adabnya dan juga kesunatannya dalam bidang ilmu Fiqih. Dan antara adabnya lagi adalah berbaik sangka terhadap mayat walaupun orang yang fasik dan berburuk sangka terhadap diri sendiri walaupun kelihatan lahirnya adalah kebaikan, karena penghabisan (kematian) adalah kegawatan yang tidak dapat diketahui kenyataannya.
Karena itulah, Umar bin Dzarr meriwayatkan, bahwa sesungguhnya seorang dari tetangganya meninggal dunia. Orang itu terkenal kelewat batas. Kebanyakan manusia menjauh dari jenazahnya, namun Umar bin Dzarr menghampiri dan menyalatkannya. Ketika mayat itu diturunkan dalam kuburnya, dia berdiri di atas kuburnya dan berkata, "Mudah-mudahan Allah memberi rahmat padamu, hai Abu Fulan. Sungguh kamu telah menemani umurmu dengan Tauhid dan mengotori debu wajahmu dengan sujud. Kalau mereka mengatakan "Orang Berdosa." lalu siapa di antara kita yang tidak berdosa dan tidak memiliki kesalahan?"

Diceritakan, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki yang tenggelam dalam kebejatan telah meninggal dunia di salah satu daerah Basrah. Istrinya tidak menemukan seseorang yang mau menolong untuk memikul jenazahnya, karena tidak seorang pun dari tetangga-tetangga yang mengetahuinya karena terlalu banyak kafasikannya. Lalu istrinya itu mengupah dua orang pemikul dan dia membawanya ke mushalla. Tetapi tidak seorang pun menyalatkannya. Perempuan itu membawanya ke padang luas untuk di kebumikan. Di dekat tempat itu terdapat seorang Zahid di atas sebuah gunung, termasuk di antara orang-orang Zahid yang besar. Perempuan itu melihat Zahid seakan-akan menunggu jenazah. Akhirnya tersebar luaslah berita di negeri itu, bahwa Zahid turun untuk menyalatkan Fulan.

Keluarlah penduduk negeri Zahid itu dan mereka sama-sama menyalatkannya. Orang-orang heran, mengapa Zahid itu menyalatkannya. Zahid berkata, "Dikatakan padaku dalam tidur (mimpi), 'Turunlah ke tempat fulan, kamu akan melihat di sana jenazah yang tiada bersamanya seorang pun kecuali istrinya.' Maka shalatkanlah, karena dia telah diampuni." Mereka bertambah heran.
Lalu Zahid memanggil istrinya, menanyakan tentang keadaannya dan bagaimana perilakunya.
Istrinya berkata, "Sebagaimana yang telah dikenal orang. Dia sehari-harinya berada dalam makhur (tempat orang-orang fasik) sibuk dengan minum khamar."
Zahid berkata, "Perhatikanlah, apakah kamu pernah melihat sesuatu dari amal-amal kebaikannya?"
Dia berkata, "Ya." tiga hal:
Pertama, kalau dia telah sadar dari mabuknya pada waktu subuh, dia mengganti pakaiannya dan berwudhu lalu shalat subuh berjamaah. Tetapi kemudian dia kembali ke makhur dan sibuk dengan perbuatan fasik.
Kedua, dalam rumahnya tidak pernah sepi  dari seorang atau dua orang anak yatim, dan kebaikannya terhadap anak-anak yatim itu melebihi kebaikan terhadap anaknya. Dia mencari kalau mereka tidak kelihatan.
Ketiga, Dia pernah sadar dari mabuknya pada kegelapan malam. Dia menangis dan berkata, "Ya Tuhanku, sisi Jahanam yang manakah yang Engkau kehendaki untuk memenuhi orang terkutuk ini?" maksudnya dirinya sendiri, maka Zahid berlalu dan tidak merasa bingung lagi mengenai perintah terhadap dirinya itu.

Adh-Dhahhak berkata, seorang laki-laki berkat, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling zuhud di antara manusia ini?"
Beliau bersabda, "Orang yang tidak pernah lupa terhadap kubur dan kehancuran (tubuh), meninggalkan kelebihan perhiasan dunia dan mengutamakan sesuatu yang abadi atas sesuatu yang binasa dan besok pagi tidak menghitung hari-harinya, namun menghitung dirinya termasuk di antara orang-orang penghuni kubur."
Pernah dikatakan kepada Ali karramallahu wajhah, "Bagaimana keadaan tetangga kuburanmu?"
Dia menjawab, "Sesungguhnya aku menemukan orang-orang mati merupakan tetangga yang paling baik. Sesungguhnya aku menemukan mereka sebagai tetangga yang benar. Mereka menghalangi lidah-lidah ini dan mengingatkan akhirat."
Usman bin Affan apabila berdiri di atas kubur, dia menangis sehingga basah jenggotnya.
ditanyakan padanya mengenai itu, "Engkau pernah menyebut surga dan neraka, tetapi kamu tidak menangis. Engkau menangis apabila berdiri di atas kubur."
Dia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kubur adalah permulaan dari tempat-tempat akhirat. Kalau pemiliknya selamat darinya, maka apa yang ada sesudah itu lebih mudah baginya. Kalau pemiliknya tidak selamat darinya, maka apa yang ada sesudahnya adalah lebih berat."

Dikatakan, sesungguhnya Amr bin Al-Ash melihat ke kuburan lalu turun dan shalat dua rakaat. Dikatakan padanya, "Hal ini sesuatu yang belum pernah kau kerjakan sebelumnya."
Dia berkata, "Aku telah mengingat kubur dan sesuatu yang telah menghalangi mereka untuk mengerjakannya. Maka aku ingin bertaqarrub kepada Allah dengan dua rakaat itu."

Mujahid berkata, "Pertama kali yang mengajak bicara anak cucu Adam adalah Liang kuburnya." Kuburan itu berkata, "Maukah kamu aku beritahukan hari kefakiranku, yaitu hari aku diletakkan di kuburku."

No comments:

Post a Comment